Lubuklinggau (Sriwijaya Terkini) – Suasana panas mewarnai dinamika politik Musi Rawas pasca aksi demonstrasi jilid II yang dilakukan aliansi mahasiswa Cipayung Plus (HMI, PMII, IMM, KAMMI) dalam rangka mengevaluasi 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Musi Rawas.
Aliansi ini, melalui Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lubuklinggau, secara resmi melaporkan Polres Musi Rawas ke Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel).
Ketua Umum HMI Cabang Lubuklinggau, yang akrab disapa Neka, menyampaikan kekecewaannya terhadap aparat kepolisian yang dinilai lalai dalam memberikan pengamanan selama aksi berlangsung.
“Kami sangat menyayangkan sikap Kapolres Musi Rawas yang kami nilai lalai mengamankan jalannya aksi. Mahasiswa justru diintimidasi, diintervensi, bahkan diprovokasi oleh oknum yang kami duga kuat merupakan kerabat Bupati dan bersikap seperti preman,” ujar Neka, Selasa (17/06/2025).
Menurutnya, meskipun aksi dilakukan secara damai tanpa membawa senjata, dalam kondisi hujan pula, para mahasiswa justru mendapat tekanan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Lebih disayangkan lagi, keberadaan aparat kepolisian di lokasi dianggap tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
“Apakah aparat hanya jadi penonton? Ini bukan hanya kelalaian, tapi pengkhianatan terhadap tugas negara. Kami mendesak KABID PROPAM Polda Sumsel untuk segera mencopot Kapolres Musi Rawas! Ganti dengan sosok yang berani membubarkan preman, bukan malah melayani kepentingan penguasa!” tegasnya.
Neka menegaskan, jika dalam waktu satu minggu laporan mereka tidak ditindaklanjuti, pihaknya akan melakukan aksi lanjutan yang lebih besar di Kantor Polda Sumsel bersama aktivis Cipayung Plus dari seluruh Sumatera Selatan.
Tuntutan penggantian Kapolres Musi Rawas ini bukan tanpa dasar. Mereka mengacu pada beberapa aturan hukum sebagai berikut:
-Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian: Seorang Kapolres dapat diberhentikan jika terbukti tidak mampu menjalankan tugas, termasuk gagal menjaga keamanan aksi demonstrasi.
-Pasal 7 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri: Pelanggaran berat seperti kelalaian yang menyebabkan kekerasan bisa berujung pada pemberhentian tidak hormat.
-Surat Edaran Kapolri tentang Penanganan Kekerasan Massa: Menegaskan bahwa aparat wajib menindak premanisme dan aparat yang abai bisa dijatuhi sanksi.
Aliansi mahasiswa menilai bahwa tindakan tegas harus segera diambil agar kejadian serupa tidak terulang, serta untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. (*)