Sewaktu belum terkenal, Kasie hanya jadi sumber pengairan bagi lahan persawahan. Kasie diperkenalkan oleh kalangan pemuda, dan kini menjadi tujuan wisata.
Oleh: Surya Adewijaya-Lubuklinggau
Tahun 2019 awal terjadi musibah banjir bandang di sungai kasie, hingga jembatan roboh hanyut terbawa arus dan lahan persawahan warga ikut terendam luapan sungai hingga gagal panen. Bencana alam ini menjadi perhatian publik dan pemerintah Kota Lubuk Linggau, sehingga tak berselang lama jembatan dibangun ulang.
Pasca musibah bencana banjir, perlahan ada beberapa masyarakat sekitar yang berdatangan sekedar mandi dan melepas penat. Sekelompok pemuda seolah baru menyadari keindahan dan ke asli-an alam sungai kasie, mereka tergugah untuk meramaikan sungai yang berdampingan dengan hutan penyangga TNKS ini.
Melihat kondisi sungai kasie yang jernih, arus sungai deras namun tak membahayakan dan tumpukan batu alam yang masih perawan.
Sekelompok pemuda dalam naungan Karang Taruna Kelurahan Lubuk Tanjung mengkampanyekan kalau Sungai Kasie layak untuk menjadi destinasi wisata.
Mereka berlomba-lomba memposting kegiatan di sungai mulai dari mandi berenang berendam sampai berselancar dengan peralatan seadanya.
Beberapa pemuda merupakan insan pers membuat video yang menarik bagai film dokumenter. Hingga mendapat respon positif dari masyarakat luas.
Setelah pengunjung mulai ramai, mereka berupaya membuat suasana yang nyaman untuk pengunjung. Lahan parkir tersedia, pondok tempat bersantai menghadap ke aliran sungai, batu disusun sedemikan rupa hingga membentuk kolam pemandian yang dapat digunakan oleh semua usia. Anak-anak dapat mandi dan bermain didampingi orang tua.
Mereka menjual kopi, teh, mie gelas dan makanan ringan, alat selancar tradisional dari ban bekas dan fasilitas penunjang lainnya. Ini tentunya berdampak ekonomi bagi warga sekitar.
Tidak hanya pemuda, bahkan hampir masyarakat sekitar mendukung ide kreatif pemuda Lubuk Tanjung. Mereka saling menjaga, merawat image menjadi kampung yang ramah, aman dan tentram. Tidak pernah ada pengunjung yang mengeluh kehilangan kendaraan saat berwisata ke sungai kasie.
Salah satu penyedia sewa alat selancar tradisional, bercerita sudah ribuan pengunjung yang datang menikmati keindahan alam dan bermain air bersama keluarga dan kolega, bahkan banyak pengunjung dari luar kota dan luar provinsi.
“Banyak publik figur, baik pejabat, artis, dan masyarakat bahkan konten kreator dari luar daerah ikut berkunjung mengabadikan moment indah dan menikmati suasana asri di lokasi wisata sungai kasie”, tutur pemuda yang juga berprofesi sebagai penggarap sawah dibantaran sungai.
Hingga pada puncak viralnya wisata ini, pengunjung mencapai 20an ribu saat libur nasional, sampai Karang Taruna sebagai pengelola kewalahan melayani masyarakat yang ingin berkunjung menikmati dan mengabadikan moment indah. Bahkan masih banyak yang tidak memiliki kesempatan untuk sekedar masuk, saking membludaknya pengunjung.
Area wisata seketika menjadi lautan manusia, perkebunan warga disekitar disesaki jejeran motor wisatawan bahkan jauh dijalan masuk area terluar dipemukiman warga juga dipenuhi kendaraan.
Tahun 2021 salah satu lahan yang sebelumnya dimiliki lurah dijual pada salah satu masyarakat. Lahan tersebut sangat strategis dan tepat diarea parkir pengunjung.
Anak dari pembeli lahan tersebut adalah salah satu pedagang yang mendiami salah satu pondok tempat berteduh pengunjung.
Setelah lahan tersebut dimiliki sendiri oleh orang tuanya, ia berniat untuk mengelola sendiri lahan dan lokasi parkir yang selama ini di kelola Karang Taruna.
Selain lahan parkir yang selama ini digunakan, tanah yang dimiliki orang tuanya itu masih belukar didirikanlah pondok gazebo tempat bersantai dan kolam bermain air.
Mengelola ini bukan selalu stabil ramai. Adakalanya sepi dan ada waktunya ramai jika di akhir pekan atau hari libur. Pernah suatu waktu sungai kasie kembali banjir hingga pondok yang dibangun roboh bahkan hanyut.
Dengan terpaksa dibangun kembali, dan sebagai bentuk kepedulian sesama masyarakat wisata ia memberikan santunan pada pedagang dan pengelola lain sebesar 1 juta untuk membangun ulang pondok mereka agar fasilitas wisata tetap terjaga dan kembali ramai.
Tukang ojek antar jemput wisatawan dan sebagian masyarakat ikut menikmati hasil usaha mengelola wisata, namun jumlahnya tidaklah besar. Minimal bisa berbagi dan ada manfaat untuk masyarakat.
“Harapan kedepannya dari pengelola sekaligus pemilik sebagian lahan akan selalu berbagi, tidak itu berbentuk sembako atau pun uang tunai seperti biasanya. Itulah bentuk kepedulian kepada masyarakat Lubuk Tanjung, dalam tanda kutif tidak seluruhnya, semampunya. Jalan dan jembatan diperbaiki demi kelancaran siapapun yang melewati baik petani maupun pengunjung. Terima kasih dan mohon maaf kalo ada kesalahan dari pihak pengelola wisata,” tuturnya dengan penuh harap.
Diceritakan bahwa tanah yang dikelola itu berada di paling hilir dan paling luas sehingga dapat dibuat lumayan banyak pondok atau gazebo untuk disewakan untuk pengunjung.
Dia berkreasi inovatif dengan membuat air mancur layaknya curahan hujan mengenai atap mengalir kebawah, seolah ditampung oleh susunan batuan yang membentuk kolam yang diisi oleh bola-bola kecil berwarna-warni menjadi wahana bermain alami untuk anak-anak.
Inilah awal mula tersingkirnya Pemuda pelopor terbentuknya kawasan wisata sungai kasie, diambil alih dikelola sendiri oleh pemilik lahan dan keluarganya.
Saat ini hampir tidak adalagi orang lama yang mengelola kawasan wisata kasie, semua lahan dikelola sendiri oleh pemiliknya dengan menyewakan tanahnya untuk dikelola atau langsung membuat pondok untuk disewakan pondok untuk pengunjung.
Hal inilah yang menjadi pemantik api pertikaian antar pemuda pelopor terbentuknya kawasan wisata kasie dengan pemilik lahan.
Saat ini total ada kurang lebih 9 orang pengelola yang ada disungai kasie, baik membuat pondok sendiri ataupun menyewa lahan milik warga dipinggir sungai untuk didirikan pondok untuk dikelola.(*)