Orang makan nangka kita dapat getahnya, itulah pepatah yang cocok menggambarkan situasi Jalan (Pol) Moch Hasan Lingkar Selatan. Mobil batubara berseliweran melintas membuat kerusakan jalan tanpa ada keuntungan khusus ke Pemerintah Kota Lubuk Linggau.
Oleh: Surya Adewijaya – Lubuk Linggau
Beberapa tahun yang lalu jalan (Pol) Moch Hasan, dilakukan pengaspalan dan pengecoran serta pembangunan jembatan yang berlangsung beriringan. Dari ujung barat sampai ujung timur, kondisi jalan mulus tanpa cacat. Mulusnya jalan masih kentara dipelupuk mata.
Jalan yang mulai beroperasi tahun 1980 an ini sudah bisa dilalui warga walaupun baru dilakukan pengerasan batu koral saja.
Tahun 1992 sudah mulai di aspal, sudah mulai ada beberapa dilintasi kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor. Saat itu Kota Lubuk Linggau masih berstatus kecamatan Lubuklinggau karena masih satu kesatuan dengan Kabupaten Musi Rawas. Hingga tahun 2020 an jalan ini sudah mulus, dengan cor beton dan aspal yang mulus, ditambah penunjang jembatan yang kokoh.
Rute jalan ini termasuk sangat strategis walaupun tidak berada di pusat kota. Dimulai dari Kelurahan Watas Lubuk Durian berbatasan dengan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu sampai kearah bandara Silampari Kota Lubuk Linggau. Membelah pemukiman warga dan perkebunan, melintasi banyak Kelurahan dalam wilayah kecamatan Lubuk Linggau Barat 1 dan Lubuk Linggau Timur 1.
Kini pandangan mata disajikan retakan dan lubang penuh genangan air serta dihiasi ceceran aspal yang terkelupas, padahal belum terlalu lama dibangun. Guyuran air hujan yang harusnya menjadi anugerah, berbalik arah jadi sumber malapetaka bagi pengguna jalan.
Jalan ini tidak lagi nyaman untuk dilewati, karena banyak debu, kerikil, lubang dan bergelombang. Setiap saat bisa membuat pengguna jalan mengalami kecelakaan, ditambah lagi rasa cemas yang belum habis akibat sering terjadi penodongan. Rasa takut karena keamanan dan tidak adanyaa kenyamanan karena kerusakan menjadi kombinasi yang komplit untuk sebuah penderitaan.
Warga sekitar yang rutin melintasi jalanan ini terutama di kecamatan Lubuk Linggau Barat 1, khususnya perumahan yang ada diwilayah RT 08 Kelurahan Lubuk Tanjung paling merasakan dampaknya.
Mereka mengeluh, marah dengan situasi ini. Berupaya menuntut pemerintah agar memberikan solusi, berharap ada kepedulian tangan-tangan penguasa.
Dengan gerakan bersama, beberapa pemuda membuat foto dan video, lalu di-posting dimedia sosial dan pemberitaan online. Berharap pesan yg menjadi harapan sampai ketelinga penguasa.
Tak berselang lama kondisi jalan yang sudah memprihatinkan menjadi konsumsi publik, pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum mengambil langkah cepat, melakukan perbaikan jalan sebelum keadaan semakin parah.
Namun setelah diperbaiki ternyata masalah belum juga selesai, masih banyak titik lain yg kondisinya hampir sama, bahkan terdapat jembatan yang berpotensi amblas jika tidak dilakukan langkah pencegahan.
“Kami menginginkan penyelesaian menyeluruh, bukan hanya sekedar mengobati sakit untuk sesaat saja. Akar masalah harus terselesaikan termasuk keamanan yang terus menjadi momok menakutkan bagi kami yang melintas setiap hari dan pengguna jalan lainnya,” ujar salah pemuda yang rutin menyusuri jalan ini dengan penuh pengharapan.
Dengan pengetahuan seadanya tentang aturan, menduga penyebab kerusakan jalan dikarenakan mobil angkutan yang melebihi tonase atau kualitas jalan yang memang tidak sesuai standard.
Siapa yang salah, tentu hanya pemerintahlah yang semestinya dipertanyakan. Bagaimana bisa jalan yang belum terlalu lama dibangun bisa rusak parah.
Aspirasi seolah menemui jalan buntu, dengan hanya memperbaiki satu titik paling parah tidak bisa dianggap sudah menyelesaikan semua persoalan. Akar permasalahan harus dijadikan prioritas penyelesaian.
Kendaraan angkutan batubara terlihat tetap berlalu lalang, dengan tanpa merasa berdosa seenaknya melindas jalan milik negara. Padahal batubara itu diambil dari luar daerah dan diangkut juga untuk luar daerah. Masyarakat dan Pemerintah Kota Lubuk Linggau hanya mendapatkan efek buruknya saja.
Mobil-mobil pembawa masalah bagi masyarakat lokal itu, seolah dibiarkan begitu saja, apa keuntungan untuk masyarakat dan Pemerintah Lubuk Linggau, jika mobil milik perusahaan swasta yang berorientasi profit motif melintasi jalanan ini.
Pemerintah seolah tutup mata, mereka sibuk dengan urusan seremonial, sibuk perjalanan ke luar kota dengan dalih tugas negara, bimtek atau alasan lain yang mereka anggap penting.
Walikota, Kepala Dinas terkait, DPR, Kapolres, seolah tidak mau tau, walaupun tau seolah-olah tidak tau, memberikan solusi seperti tidak serius. Apa masalah masyarakat bukan masalah mereka ?.
Rakyat hanya bisa mengeluh dan mengadu, mengharapkan nasib mereka pada wakil Tuhan dibumi sebiduk semare, yang duduk manis dikursi empuk hasil uang pajak perasan keringat mereka.
Mungkin mereka akan sadar jika terjadi gelombang kekuatan rakyat yang marah dan tidak percaya serta tidak berharap lagi akan keberadaan sebagai pengelola uang pajak yang dititipkan pada mereka.
Sampai saat ini belum ada tanggapan dan solusi yang serius dari stakeholder terkait khususnya Dinas Perhubungan, DPRD dan PJ Walikota serta Kapolres Lubuk Linggau.(A)