Lubuklinggau, – Sebuah putusan pengadilan kembali mendapat sorotan tajam setelah seorang terdakwa dijatuhi hukuman satu bulan kurungan atas perkara tindak pidana ringan dengan nilai kerugian hanya Rp134.400.
Putusan ini memicu kritik dari masyarakat, tokoh hukum, dan organisasi pemantau peradilan yang menilai adanya ketidakselarasan antara nilai kerugian dan beratnya hukuman yang dijatuhkan.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Lubuklinggau majelis hakim memutuskan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana ringan.
Namun, vonis kurungan satu bulan tersebut dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap prinsip proporsionalitas, keadilan substantif, dan pertimbangan kondisi sosial-ekonomi terdakwa.
“Kami menghormati proses hukum, tetapi vonis ini sangat tidak mencerminkan rasa keadilan. Kerugian hanya Rp134.400, namun hukuman penjara dijatuhkan tanpa memperhatikan dampak sosial dan ekonomi bagi terdakwa,” ujar Bahet, (12-12-2025).
Aliansi Solidaritas Mahasiswa Silampari Peduli Hukum juga menilai bahwa perkara dengan nilai kerugian sangat kecil semestinya diselesaikan melalui mekanisme non-pemenjaraan, selaras dengan kebijakan restorative justice yang telah ditekankan oleh Mahkamah Agung dan Kepolisian RI.
Tuntutan Resmi dari Aliansi Solidaritas Mahasiswa Silampari Peduli Hukum kepada Hakim dan Institusi Peradilan
Endang Nofriono sebagai ketua Aliansi Solidaritas Silampari Peduli Hukum mengatakan bahwa sebagai bentuk keprihatinan atas munculnya putusan yang dianggap tidak proporsional, Aksi Solidaritas Mahasiswa Silampari Peduli Hukum menyampaikan beberapa tuntutan penting:
1. Majelis hakim diminta memberikan penjelasan terbuka mengenai dasar pertimbangan mengapa hukuman pemenjaraan dipilih pada perkara dengan nilai kerugian sangat kecil.
2. Pengadilan Negeri Lubuklinggau diminta melakukan evaluasi internal terhadap penerapan asas proporsionalitas dan keadilan restoratif dalam perkara-perkara ringan.
3. Mahkamah Agung didorong untuk memperkuat pedoman pemidanaan agar perkara bernilai sangat kecil tidak lagi berujung pada hukuman penjara yang tidak relevan dan kontraproduktif.
4. Penegak hukum diminta mempertimbangkan kembali kebijakan pemidanaan yang mempengaruhi kelompok rentan, terutama masyarakat kecil yang secara ekonomi dan sosial berada dalam posisi lemah.
“Putusan pengadilan tidak boleh menjadi instrumen yang menyulitkan kehidupan masyarakat kecil. Perkara ringan seharusnya diselesaikan dengan semangat kemanusiaan, bukan dengan pendekatan pemidanaan yang berlebihan,” Ujar Endang. (*)















