Oleh: Agus M3
Pelaksanaan janji politik Presiden Prabowo Subianto yakni Makan Siang dan Susu Gratis, lalu belakangan menjadi Makan Bergizi Gratis saja. Ini telah menjadi program nasional. Dibentuk suatu badan yang ditugasi mengurus tata kelola dan aturan pelaksanaannya.
Saat keluar dari pintu Istana Negara, MBG adalah kebijakan pro rakyat. Utamanya menyediakan gizi dan makanan yang layak bagi anak-anak sekolah. Namun, bermetamorfose menjadi bisnis kantin raksasa dalam prakteknya.
Realisasi program tahun 2025 ini sudah masif berjalan di lapangan. Berbagai peristiwa mal pelaksanaan lebih banyak diberitakan baik medsos maupun media mainstream. Mulai menu yang tak layak makan, keracunan, pengurangan porsi dan ukuran dan lainnya.
Akibatnya stikma jelek meramaikan beranda alam pikir masyarakat kita. Masih layak dilanjutkan atau mesti distop. Bahkan ada usulan dirubah bentuk, yakni berikan saja uangnya kepada orang tua. Biar makanannya dimasak oleh wali murid sendiri.
*Sekolah Tomoe Gakuen Unik, Kepala Sekolahnya Cerdik*
Sekolah unik di Jepang bernama Tomoe Gakuen, dimana ruang kelasnya dari Gerbong kereta Api bekas. Sekolah ini dipimpin oleh Kobayashi bersama istrinya. Memiliki murid yang unik bernama Tetsuko Kuronayagi yang dipanggil Totto-Chan.
Kepala Sekolah Kobayashi memiliki metode pengajaran yang revolusioner. Ia memberikan kebebasan penuh kepada murid-muridnya untuk memilih mata pelajaran favorit mereka di jam pertama, bahkan dapat mengubahnya keesokan harinya. Kobayashi juga mendengarkan cerita Totto-chan selama empat jam tanpa interupsi, menunjukkan penghargaan terhadap individualitas anak.
Sekolah ini hancur terkena bom karena meletusnya Perang Dunia II. Murid-murid bersedih. Namun Kepala Sekolah berkata: “Anak-akan jangan sedih, sekolah kita hancur. Besok kita bangun lagi”
*Sekolah Tomoe Gakuen 1930an, Sudah MBG Loh*
Setiap istirahat siang di sekolah ini murid-murid berkumpul di aula. Mereka duduk melingkar membuka bekal masing-masing. Yang tidak membawa bekal disediakan oleh Istri Kepala Sekolah.
Lalu, Kepala Sekolah Kobayashi dan istrinya berkeliling mengecek bekal makanan murid yang telah dimasakan oleh orang tuanya.
Makan bergizi di Tomoe Gakuen menu makanannya harus seimbang. Bahannya harus ada yang dari Laut dan dari gunung. Jika bekal makanan murid ‘hanya’ berasal dari gunung misal sayuran, kentang dll. Maka istri Kobayashi menambahkan menu yang dari laut, seperti udang, ikan laut, rumput laut. Begitupun, jika bekal makanan murid hanya dari Laut, maka ia akan menambahkan menu makanan yang dari gunung.
Untuk makan siang di sekolah Totto Chan (Tomoe Gakuen), para murid berkumpul dan mengeluarkan kotak bekal mereka masing-masing, lalu Kepala Sekolah akan menanyakan apakah ada yang membawa makanan dari laut dan dari pegunungan. Tujuan utamanya adalah agar anak-anak membawa menu yang seimbang, meskipun pada praktiknya setiap anak akan menunjukkan bekal mereka, dan pihak sekolah akan memberikan menu pelengkap jika ada yang kurang.
*Paradoks MBG kita.*
Tujuan utama Makan Bergizi di Sekolah Tomoe Gakuen adalah murid-murid mendapatkan makanan bergizi yang seimbang. Sebelum kegiatan makan siang di mulai. Ada tanya jawab menu:
Kepala Sekolah Kobayashi akan bertanya, “Apakah anak-anak membawa sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan?”.
Berbagi dan melengkapi: Anak-anak akan menunjukkan bekal mereka, dan jika ada yang tidak sesuai, sekolah akan memberikan makanan pelengkap dari laut atau pegunungan untuk menyeimbangkan menu.
Praktek pelaksanaan MBG kita justru paradoks. Mengabaikan substansi dan tujuan Presiden. Gizi yang disiapkan oleh SPPG tidak pernah dipublis dan diwartakan kepada murid-murid sekolah. Asal mereka senang dan makanan habis berarti telah tunai untuk pelaksanaannya.
Alih-alih bicara keseimbangan menu dari Laut dan dari pegunungan yang sarat akan pemenuhan gizi. Acap kali makanan cepat saji dan berbahan pengawet yang diberikan.
Niat mulia Presiden adalah memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Indonesia. Namun berubah haluan, menjadi bisnis dan dalih membuka lapangan kerja oleh pemodal. Paradoks bukan yang demikian?
Sebaiknya BGN dan SPPG lebih ekstra dalam menterjemahkan program ini. Karena uang ratusan triliun rupiah hanya akan sia-sia jika praktek lapangan disalahgunakan.
Belajarlah dari pengelolaan tatacara memberi makan di Sekolah Totto Chan.!