Alaku
Alaku
Alaku

LKBHMI: Yatman Tidak Layak Masuk Penjara

Lubuk Linggau,- Yatman, warga Kecamatan Selangit, harus menerima vonis 1 bulan penjara dari Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Linggau, karena menjual 5 janjang sawit busuk senilai Rp134.000 yang ia temukan di lahan miliknya sendiri.

Reza Febriansyah, direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Lubuk Linggau menilai vonis tersebut bukan sekadar keliru, tetapi mencerminkan matinya nurani dan logika hukum dalam penegakan keadilan terhadap rakyat kecil.

“Ini bukan kejahatan serius, nilai kerugian hanya Rp134 ribu, tapi diperlakukan seperti pelaku kriminal berat. Yatman tidak layak masuk penjara,” tegas Reza, Kamis (18/12/2025).

Lebih lanjut, Reza mempertanyakan sikap aparat penegak hukum yang sama sekali tidak menerapkan Restorative Justice (RJ), padahal ketentuan hukumnya sangat jelas. Berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021.

“RJ dapat diterapkan apabila kerugian di bawah Rp2,5 juta, ancaman pidana ringan dan pelaku bukan residivis. Ini menunjukkan adanya syahwat menghukum yang lebih dominan daripada keinginan menegakkan keadilan,” lanjut Reza.

Menurutnya, memaksakan perkara ringan seperti ini ke pengadilan justru bertentangan dengan semangat Jaksa Agung dan Kapolri yang mendorong penyelesaian humanis bagi perkara tipiring.

Lebih ironis lagi, fakta bahwa sawit tersebut berada di lahan milik Pak Yatman sendiri dinilai diabaikan sepenuhnya oleh aparat penegak hukum.

“Kalau ada klaim dari PT Evan Lestari, itu seharusnya menjadi sengketa perdata, bukan pidana. Memidanakan pemilik lahan karena mengambil hasil bumi di tanahnya sendiri adalah kriminalisasi brutal,” kata Reza.

Ia menilai putusan ini cacat secara nalar hukum dan berpotensi menjadi preseden berbahaya bagi petani lain.

Dari sisi kemanusiaan dan akal sehat, LKBHMI menilai kasus ini sebagai tragedi penegakan hukum.

Negara justru menghabiskan biaya besar untuk penyelidikan, penuntutan, hingga persidangan, hanya demi perkara Rp134 ribu.

“Perusahaan besar tidak akan jatuh bangkrut karena Rp134 ribu,” ucap Reza.

Atas putusan tersebut, LKBHMI Lubuklinggau mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap aparat penegak hukum di wilayah Lubuklinggau yang dinilai kaku, tidak sensitif, dan cenderung berpihak pada kepentingan korporasi.

“Kami berdiri bersama Yatman, jangan biarkan hukum menjadi alat bagi yang kuat untuk menindas yang lemah. Jika ini dibiarkan, keadilan hanya akan menjadi slogan kosong,” pungkas Reza. (*)

Sumber : Citra Sumsel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *